Semangat baru membangun hutan dari Costa Rica
(sebuah catatan perjalanan)
Suhu udara yang sejuk dan kicau ribuan burung adalah suasana pagi di San Jos (dibaca san hose) Ibu Kota Negara Costa Rica yang "hanya" memiliki luas 51.000 km2 dan terbagi dalam 8 (delapan) propinsi, dengan jumlah penduduk sebanyak 4 juta jiwa. Sebuah negara kecil yang indah dan makmur, dengan tourisme menjadi andalan utama sebagai penghasil devisa negara, setelah masa – masa keemasan kopi dan pisang berlalu.
Udara sejuk dan segar, kicau burung, hutan lebat, air terjun, gunung berapi dan panorama yang indah merupakan hal mudah untuk kita temukan di Costa Rica, dengan hanya menempuh 0,50 – 1 Jam perjalanan dari San Jos , kita sudah dimanja oleh keindahan alam. Dan dengan melihat berbagai fasilitas, sarana dan prasarana untuk mendukung tourisme, terasakan betapa kayanya Indonesia, betapa tersia – siakannya kekayaan itu, hingga tak bisa dirasakan oleh kebanyakan orang serta orang kebanyakan, betapa tidak effisiennya konsep pembangunan di Indonesia dan apalagi bila dibandingkan dengan proses pembangunan di Banten saat ini.
Tourisme di Costa Rica meningkat secara significant sejak periode 1980, setelah presiden Costa Rica pada saat itu menerima penghargaan NOBEL untuk bidang perdamaian, karena jasa – jasanya membangun perdamaian di Amerika Tengah, yang pada sepuluh sampai dengan dua puluh tahun lalu merupakan arena perang saudara yang tidak pernah berhenti. Dengan pendapatan rata – rata penduduk berkisar antara US$ 2.600 – 3.000 per tahun, menjadikan Costa Rica sebagai negara termakmur di Amerika Tengah (bandingkan dengan pendapatan rata – rata penduduk di Banten atau bahkan di Indonesia).
Sebelum mencapai tingkat kemakmuran seperti yang mereka rasakan saat ini, Costa Rica juga mengalami masa – masa sulit dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui berbagai upaya pembangunan yang dilakukan. Konflik kepentingan antar instansi pemerintah, antara pemerintah dengan masyarakat, antara pemerintah dengan NGO’s, antara NGO’s dengan NGO’s dan antara masyarakat dengan NGO’s mewarnai kondisi sosial politik mereka dan pemerintah pada saat itu selalu berada di belakang pemilik modal. Namun setelah mereka melakukan reformasi total, mereka berhasil membangun visi, misi dan tujuan pembangunan secara nasional dengan menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama.
Langkah pertama yang diambil dalam upaya pembangunan adalah dengan membubarkan tentara pada tahun 1948 dan membangun masyarakat sipil yang lebih kuat dengan prinsip dasar solidaritas, perdamaian dan keadilan. Untuk keamanan dalam negeri diserahkan kepada polisi, sedangkan anggaran tentara dialihkan untuk dana pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Sejak anggaran tentara dialihkan untuk pendidikan dan kesehatan masyarakat, indikasi ekonomi meningkat,
catatan perjalanan
2
tingkat kemiskinan turun dari 50% menjadi 23%, tingkat kematian bayi menurun dan masa hidup masyarakat Costa Rica menjadi lebih baik. Tetapi untuk Indonesia membubarkan tentara suatu hal yang mustahil untuk dilakukan, apalagi dengan banyaknya persoalan keamanan yang mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), meskipun pembubaran tentara dampaknya sangat positif seperti yang terjadi di Costa Rica.
DESENTRALISASI
Hal penting lain yang mendukung keberhasilan pembangunan adalah pelaksanaan desentralisasi, proses peralihan kewenangan dari pusat ke propinsi, dari propinsi ke daerah dilakukan secara baik dan tidak setengah hati. Sehingga peran dan fungsi masing – masing tingkat pemerintahan terlihat sangat jelas, tidak ada kesan tumpang tindih kewenangan antara pusat, propinsi dan daerah. Di Banten propinsi menjadi "kabupaten ke tujuh", karena langsung melaksanakan proyek di kabupaten bahkan tidak jarang tanpa melibatkan institusi kabupaten.
Desentralisasi tidak hanya dipahami oleh kalangan pemerintahan, tetapi juga sangat dipahami masyarakat. Sehingga beberapa kewenangan yang memungkinkan diserahkan pemerintah kepada masyarakat, diserahkan kepada organisasi masyarakat. Dan yang menarik, pemerintah terkesan tidak khawatir apalagi takut eksistensinya terganggu dengan memberikan sebagian kewenangan mereka kepada kelompok – kelompok dan/atau organisasi masyarakat, seperti; pelaksanaan pemberdayaan masyarakat baik di bidang ekonomi maupun kelembagaan, pelaksanaan rehabilitasi hutan, pengawasan hutan dan lain sebagainya. Pemerintah hanya bertindak sebagai supervisi, fasilitator dan memberikan technical assistance kepada organisasi masyarakat yang menjadi mitra kerjanya dalam melaksanakan program – program pemerintah.
Hal lain yang menunjang keberhasilan pembangunan di Costa Rica adalah kesadaran masyarakat atas hak dan kewajiban mereka, di sisi lain pemerintah memberikan ruang yang sangat luas untuk melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan dan menghormati keputusan masyarakat dalam merencanakan pembangunan di wilayahnya, meskipun keputusan tersebut bertentangan dengan perencanaan pembangunan yang dibuat oleh pemerintah.
Termasuk di dalam proses pembuatan peraturan dan/atau undang – undang, keterlibatan kelompok – kelompok masyarakat dan pakar sangat dominan dalam mendiskusikan, menelaah dan mengkaji peraturan dan/atau undang – undang yang ditawarkan oleh pemerintah, terutama oleh kelompok – kelompok masyarakat yang akan menggunakan peraturan dan/atau undang – undang tersebut. Setelah kelompok – kelompok masyarakat tersebut mencapai kata sepakat, baru konsep peraturan dan/atau undang – undang dibawa ke parlemen untuk disyahkan (bandingkan dengan sidang pembahasan AMDAL misalnya).
Tingkat pendidikan rata – rata yang memadai memungkinkan seluruh proses berjalan dengan seimbang dan fair, tanpa harus ada kelompok yang membodohi kelompok masyarakat lain dengan iming – iming fasilitas atau dana sedangkan pemerintah benar – benar memposisikan diri sebagai penengah, fasilitator dan pelindung bagi
catatan perjalanan
3
seluruh anggota masyarakat. Seperti halnya yang dilakukan pemerintah pada sektor pariwisata, yang memberikan aksesbilitas secara luas pada masyarakat setempat untuk mengembangkan potensi parawisata di daerahnya, sangat jarang dijumpai ada hotel, rumah makan dan/atau fasilitas lain yang dimiliki investor dari luar di kawasan – kawasan wisata di Costa Rica, termasuk kawasan wisata di dataran tinggi Monteverde yang didatangai wisatawan lokal maupun mancanegara dengan jumlah rata – rata 200.000 orang untuk setiap tahunnya.
Seluruh proses tersebut sekali lagi mereka mulai dengan membangun pendidikan, mereka meletakkan pendidikan sebagai prioritas utama, dalam skala prioritas pembangunan yang mereka susun. Pendidikan lingkungan hidup sendiri mereka mulai pada tahun 1970, dalam konsep yang jelas dan menjadi mata pelajaran sendiri, sehingga mampu membentuk mentalitas dan membangun pengetahuan yang cukup kepada masyarakat. Sampai saat ini tidak kurang dari 20 jam dalam sebulan anak – anak sekolah di Costa Rica mendapat mata pelajaran lingkungan hidup, dalam bentuk teori, observasi dan praktek lapangan.
PEMBANGUNAN HUTAN (REFORESTASI)
Sebelum tahun 1960, 80% luas Costa Rica merupakan kawasan hutan namun dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun, periode 1960 – 1970 terjadi deforestasi di Costa Rica sebesar 60%. Laju deforestasi yang begitu tinggi antara lain disebabkan oleh konversi lahan secara besar – besar untuk berbagai aktivitas pembangunan dan ekonomi, konversi lahan terbesar dilakukan untuk keperluan perkebunan kopi dan pisang serta peternakan sapi (catle), yang pada saat itu pengembangan peternakan sapi memperoleh insentif dari pemerintah, dalam bentuk pembebasan pajak tanah, kemudahan eksport dan lain sebagainya, sehingga hutan yang tersisa pada tahun 1970 tinggal 10 – 15%, jumlah tersebut kemudian ditetapkan menjadi kawasan konservasi dan taman nasional serta tanah masyarakat yang masuk dalam kawasan tersebut dibeli oleh pemerintah.
Akibat deforestasi tersebut muncul berbagai dampak buruk yang dialami oleh masyarakat, antara lain terjadinya penurunan kualitas lahan – lahan pertanian, krisis air yang dialami masyarakat dalam wilayah yang luas akibat rusaknya hutan di daerah aliran sungai (DAS) dan sub – sub DAS, terjadinya erosi dan sedimentasi di sungai – sungai, sehingga pemerintah harus mengeluarkan investasi besar untuk menormalisasi sungai kembali, diantaranya US$ 0,50 juta per tahun untuk sungai utama yang melintasi San Jos , yang rusak akibat erosi, sedimentasi dan pencemaran oleh limbah industri, rumah tangga dan peternakan.
Berbagai kebijakan yang dibuat pemerintah pada masa itu tidak berhasil mengatasi berbagai persoalan dan krisis yang timbul, sehingga tingkat migrasi dan urbanisasi sangat tinggi, akibat tingginya tingkat kemiskinan di wilayah pedesaan yang disebabkan oleh turunnya kualitas lahan – lahan pertanian.
Pelaksanaan program reforestasi di Costa Rica, dilakukan dalam 3 (tiga) periode, yaitu :
1. Periode 1969 – 1985,
catatan perjalanan
4
Pemerintah mulai melakukan reformasi di bidang kehutanan dengan mengeluarkan undang – undang (undang – undang ke I), yang pada intinya membangun institusi kehutanan setingkat direktorat jenderal, membuat peraturan untuk penebangan kayu, mulai memberikan insentif untuk masyarakat yang melakukan program reforestasi, membangun sistem yang mengatur taman nasional dan mendirikan sekolah kehutanan. Insentif yang diberikan kepada masyarakat yang melaksanakan program reforestasi sebesar US$ 1.000 – 2.000 per hektar, yang dikonversi pada pembayaran pajak yang dilakukan masyarakat. Namun program ini tidak berjalan dengan baik, dianggap tidak adil, karena yang menikmati insentif tersebut lebih banyak orang – orang kaya yang memiliki tanah luas, luas reforestasi pada periode ini hanya mencapai 37.500 Ha.
2. Periode 1985 - 1996,
Pemerintah melakukan perubahan yang cukup jelas melalui perubahan undang – undang (undang – undang ke II), yang pada intinya masyarakat yang akan melaksanakan program reforestasi diharuskan membuat rencana kerja, membuat sertifikat tanah. Rencana kerja dan sertifikat tanah tersebut bisa dijadikan dasar untuk meminta pembebasan pajak atas seluruh komponen biaya reforestasi, disamping itu pemerintah juga melakukan perubahan untuk institusi kehutanan menjadi direktorat jenderal sumber daya alam dan taman nasional masuk didalamnya.
Pelaksanaan program ini lebih berhasil, dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun lahan masyarakat yang mengikuti program reforestasi seluas 115.797 Ha. Disamping itu pemerintah mulai memberlakukan pajak atas penebangan kayu sebesar 10%, dana yang diperoleh dari pajak tersebut dijadikan "trust fund" yang diperuntukan untuk pelaksanaan program reforestasi. Jumlah dana yang berhasil dihimpun dari pajak tersebut pada tahun – tahun awal sebesar US$ 0,50 juta, dana tersebut saat ini masih ada dan dengan jumlah yang jauh lebih besar.
Kebijakan penting yang dilakukan Pemerintah Costa Rica dalam melakukan upaya reforestasi pada periode ini, adalah membuat aturan tentang tata ruang dan penggunaan lahan serta melakukan identifikasi kejelasan status lahan (land tanure) yang menjadi dasar sertifikasi lahan masyarakat dan untuk penetapan kawasan – kawasan lindung sebagai wilayah tangkapan air dan taman nasional, sebagai antisipasi terhadap laju deforestasi dan krisis air. Keputusan itu menjadi sangat penting dalam membuat desain dan skenario serta arah pembangunan dalam jangka pendek maupun panjang, konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan terlihat jelas dalam berbagai kebijakan pemerintah, sampai dengan saat ini peraturan tentang tata ruang dan penggunaan lahan tetap dipegang teguh oleh seluruh komponen masyarakat, meskipun ada saja masyarakat yang nakal yang mengkonversi hutan miliknya menjadi catle secara perlahan – lahan, tetapi hal yang pantas dicatat adalah setelah sekian puluh tahun Pemerintah Costa Rica tetap konsisten dengan peraturan tersebut (sementara aturan tentang tata ruang di kita
catatan perjalanan
5
terkadang bisa berubah dalam jangka waktu tidak terlalu lama karena alasan investasi).
3. Periode 1996 - 2001,
Dalam upaya memperbaiki kondisi ekonomi pada tahun 1995, Costa Rica juga meminta bantuan dari IMF, salah satu structure adjusment IMF adalah melarang diberlakukannya insentif dalam program reforestasi. Dan hal tersebut merupakan persoalan besar bagi program reforestasi yang dilakukan, berkaitan dengan hal tersebut dilakukan beberapa perubahan yang dituangkan dalam undang – undang (undang – undang ke III) yang pada intinya mendirikan;
(1) Fondo Nacional de Financiamiento Forestal (FONAFIFO), lembaga keuangan khusus non pemerintah untuk pembangunan hutan;
(2) Sistema Nacional de Areas de Conservacion (SINAC), direktorat jenderal yang menangani sistem taman nasional dibawah Ministerio de Ambiente y Energia (MINAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Energy, SINAC kemudian menjadi lembaga pengganti direktorat jenderal sumberdaya alam, yang juga menangani masalah kehutanan;
(3) Oficina Costarricense de Implementacion Conjuta (OCIC), lembaga pemerintah yang merupakan gabungan dari beberapa lembaga (joint implementation body);
(4) Oficina Nacional Forestal (ONF), lembaga non pemerintah yang beranggotakan perusahaan kayu, perusahaan mebel, kelompok tani hutan dan lembaga swadaya masyarakat;
(5) Camara Costarricense Forestal (CCF), organisasi kamar dagang yang merupakan gabungan dari lembaga promosi dan perdagangan untuk produk yang berkaitan dengan hasil hutan, beranggotakan perusahaan produsen yang berkaitan dengan hutan dan
(6) Junta Nacional Forestal Campesina (JUNAFORCA) yang merupakan dewan dari lembaga industri hutan yang berskala kecil.
Bersamaan dengan pembentukan lembaga – lembaga tersebut, terjadi perubahan cara pandang yang radikal terhadap hutan, dari hutan sebagai produsen kayu menjadi hutan sebagai produsen jasa lingkungan. Masyarakat mulai mencari nilai tambah (additional value) dari hutan dan sejak itu mulai diberlakukan SISTEM PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN bagi masyarakat yang melakukan reforestasi, pengelolaan hutan dan membangun hutan konservasi oleh pemerintah melalui FONAFIFO atau langsung oleh pengguna jasa lingkungan yang dihasilkan oleh hutan.
Jenis jasa lingkungan yang dibayar kepada masyarakat pemilik hutan, adalah :
1. air (water),
2. pemandangan (scenic beuty),
3. keanekaragaman hayati (biodiversity)
catatan perjalanan
6
4. CO2 (carbon sequestration); meskipun PROTOKOL KYOTO belum mencapai kata sepakat, Costa Rica sudah memulai program penjualan carbon (carbon trade). Hal itu dapat mereka lakukan karena mereka mampu menyakinkan dunia internasional tentang baiknya kondisi hutan dan sangat baiknya manajemen pengelolaan hutan mereka, maka beberapa perusahaan transnasional mulai tertarik untuk membayar jasa pemrosot karbon dari hutan – hutan yang ada di Costa Rica.
Model pembayaran jasa lingkungan kepada masyarakat, terdiri dari :
1. Pembayaran langsung oleh pemakai jasa lingkungan kepada masyarakat produsen jasa lingkungan (pemilik hutan), seperti kasus – kasus sebagai berikut :
(1) Perusahaan air kemasan dan bir membuat kontrak pembayaran secara langsung, dengan masyarakat pemilik hutan yang berada dalam sub DAS lokasi pengambilan air untuk bahan baku air kemasan dan bir;
(2) Pencinta burung dari Amerika Serikat membuat kontrak pembayaran secara langsung, dengan masyarakat pemilik padang yang menjadi sarang burung.
2. Pemakai (user) jasa lingkungan membuat kontrak dengan FONAFIFO untuk jasa lingkungan yang dipakainya dan kemudian FONAFIFO membuat kontrak dengan masyarakat untuk kawasan hutan yang akan menerima pembayaran jasa lingkungan, dengan besar pembayaran sebagai berikut :
(1) Untuk program konservasi sebesar US$ 212 per hektar yang akan direalisasi sebesar 20% untuk setiap tahunnya selama 5 (lima) tahun;
(2) Untuk program manajemen pengelolaan sebesar US$ 327 per hektar yang akan direalisasi sebesar 50% pada tahun pertama, 20% pada tahun kedua dan masing – masing 10% untuk tahun ketiga, keempat dan kelima;
(3) Untuk program reforestasi sebesar US$ 527 per hektar yang akan direalisasi sebesar 50% pada tahun pertama, 20% pada tahun kedua, 15% untuk tahun ketiga, 10% untuk tahun keempat dan 5% untuk tahun kelima.
Untuk program reforestasi jumlah dana tersebut hanya mampu menutupi 75% dari jumlah biaya yang diperlukan untuk biaya penanaman.
Sumber dana FONAFIFO untuk membayar jasa lingkungan kepada masyarakat, berasal dari :
1. 3,50% dari pajak minyak bumi (fossil fuel) yang diterima negara atau sebesar US$ 30 juta per tahun, dana tersebut disisihkan oleh pemerintah dan disimpan di Bank Nasional Costa Rica sebagai "trust fund" yang bunganya digunakan oleh FONAFIFO untuk melakukan pembayaran jasa lingkungan dan 7% (tujuh persen) dari jumlah pembayaran jasa lingkungan kepada masyarakat dialokasikan untuk operasional kantor;
catatan perjalanan
2. Perusahaan – perusahaan yang memberikan dana secara sukarela (voluntary fund) atas penggunaan jasa lingkungan, terutama air. Jumlah yang berhasil dihimpun oleh FONAFIFO dari perusahaan yang memberikan dana secara sukarela, sebesar US$ 5.514.467 untuk pembayaran jasa lingkungan kawasan hutan seluas 17.211 Ha
3. Dana luar negeri untuk jasa lingkungan biodiversity dan Carbon Trade (CO2), antara lain dari;
(1) US$ 2 juta dari perusahaan Scotlandia dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun untuk hutan yang berfungsi sebagai pemrosot carbon (CO2);
(2) US$ 32 juta dari World Bank untuk rangkaian penelitian yang berkaitan rencana membangun koridor biology (biologycal corridor) Amerika Tengah mulai dari Mexico sampai dengan Costa Rica, dalam upaya pelestarian biodiversitas Amerika Tengah;
(3) US$ 8 juta dari GEF untuk pembayaran jasa lingkungan atas biodiversitas;
(4) US$ 10 juta dari sindikasi Bank Jerman untuk pembayaran jasa lingkungan atas hutan yang berfungsi sebagai pemrosot carbon (CO2).
Pada periode 1997 – 2001 lahan masyarakat yang mengikuti program reforestasi seluas 283.384,20 Ha, sedangkan dana yang disalurkan FONAFIFO untuk pembayaran jasa lingkungan kepada masyarakat sebesar ć (colones, mata uang Costa Rica) 20.812,70 juta atau setara dengan Rp. 478.692.100.000,- (ć 1 = Rp. 23,-)
7
FONAFIFOFONAFIFOCOSTA COSTA RICAN & GLOBAL COMUNITYCOMUNITYTRUST BNCRTRUST FUND IN BNCRMINISTRY FINANCEMINISTRY OF FINANCETAX FUELSTAX TO FOSSIL FUELSPRIVATE BUYERPRIVATE BUYERof of environmental servicesenvironmental servicesLAND OWNERLAND OWNERLOCAL NGO’sLOCAL NGO’sRegional Regional Officer FONAFIFOFONAFIFOFUNDS FUNDS $Environment ServicesEnvironment ServicesSKEMA SKEMA PEMBAYARAN JASA LINGKUNGANLINGKUNGAN••ReforestationReforestation••Forest managementForest management••Forest protectionForest protection••Technical AssistanceTechnical Assistance
• Identification areaIdentification of Priority area• Contract MonitoringContract Monitoring
catatan perjalanan
8
Dan saat ini kawasan hutan di Costa Rica sudah mencapai 40% (15% dari luas merupakan milik pemerintah dalam bentuk taman – taman nasional, selebihnya atau sebesar 25% merupakan hutan tanaman (plantation forest) milik masyarakat) dari luas wilayah Costa Rica, sebuah keberhasilan yang memang layak untuk dicontoh. Tetapi keberhasilan itu tidak mereka capai dengan mudah, FONAFIFO merupakan produk yang lahir dari perjalanan 30 (tiga puluh) tahun lebih mereka mencari bentuk yang paling ideal untuk pembangunan kembali hutan mereka. Disamping itu keberhasilan mereka membangun jaringan (linkage organization) antar lembaga – lembaga tersebut di atas, yang mengambil peran berbeda namun dalam satu rancang bangun perencanaan pembangunan merupakan nilai lebih yang menjadi unabling condition.
Di sisi lain mekanisme pengawasan yang dimiliki Costa Rica juga cukup unik, peran ini diambil oleh Colegio de Ingenieros Agronomos de Costa Rica – CIAC (semacam ikatan sarjana agronomi termasuk kehutanan), di samping pengawasan yang dilakukan oleh aparat pemerintah dari SINAC yang mengevaluasi setiap 2 (dua) tahun sekali kondisi hutan Costa Rica dengan didasarkan pada hasil photo udara (satelite image). Anggota CIAC yang menjadi pengawas lapangan (mereka menyebutnya REGENTE) dan tersebar diberbagai organisasi dan perusahaan yang berkaitan dengan hutan dan hasil hutan termasuk lembaga swadaya masyarakat, merupakan profesional yang sangat independen meskipun mereka dibayar oleh institusi yang mereka awasi. Kontrol mereka terhadap kebenaran dan ketepatan data yang ada dalam rencana kerja pemilik lahan, sangat menentukan kesesuaian perencanaan dengan undang – undang dan peraturan tentang tata ruang dan pengelolaan lahan serta kehutanan yang berlaku. Regente dikontrol oleh Dewan CIAC yang beranggotakan 8 (delapan) orang sarjana senior, bila regente melakukan kesalahan maka hukuman terberat yang mungkin diterima adalah dikeluarkan dari keanggotaan CIAC dan itu berarti akan kehilangan kesempatan untuk bekerja di sektor kehutanan dengan gaji terendah sebesar US$ 1.300 per bulan.
Disamping itu lembaga – lembaga swadaya masyarakat yang ada seperti; FONDECOR yang melakukan pembinaan masyarakat pemilik hutan di sekitar taman nasional di kawasan tengah Costa Rica, CODEFORSA yang melakukan pembinaan masyarakat memilik hutan di kawasan Utara Costa Rica (dengan areal 20% dari luas Costa Rica) merupakan organisasi – organisasi yang profesional, yang terlibat langsung dalam pembinaan dan pemberdayaan masyarakat. Bukan sekedar organisasi yang hanya mampu mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah, tetapi juga mampu membantu pemerintah mencari solusi berbagai persoalan yang ada. Sehingga pemerintah tidak pernah ragu – ragu untuk memberikan sebagian peran dan fungsi mereka kepada organisasi – organisasi tersebut.
IMPLEMENTASI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DI CIDANAU
Keberhasilan Costa Rica melaksanakan pembangunan, khususnya dibidang kehutanan dan pariwisata, bukanlah hal yang mudah untuk direplikasi di Banten, khususnya di DAS Cidanau. Faktor – faktor yang mendukung dan memungkinkan (unabling condition) mereka mencapai tingkat keberhasilan tersebut, banyak diantaranya belum kita miliki, masih harus kita bangun dan kita siapkan.
catatan perjalanan
9
Faktor – faktor yang dimiliki Costa Rica tersebut, antara lain :
1. Menempatkan pendidikan menjadi prioritas pembangunan;
2. Adanya peraturan dan perundang – undangan tentang tata ruang dan penggunaan lahan, yang dijadikan dasar perencanaan pembangunan dan peraturan perundang undangan tentang tata ruang dan penggunaan lahan tersebut dijalankan dengan konsisten. Konsistensi tersebut mewujudkan kepastian hukum, kestabilan sosial politik dan keadilan yang relatif dapat dirasakan secara merata oleh masyarakat, sehingga pada akhirnya berpengaruh positif pada peningkatan investasi sektor kehutanan dan pariwisata di Costa Rica.
3. Adanya kesamaan visi, misi dan tujuan pembangunan dari seluruh stakeholder yang terlibat dalam pelaksanaan pembangunan hutan, mulai dari pemerintah, masyarakat, NGO’s dan kalangan dunia usaha.
4. Adanya jaringan (linkage) yang kuat antar organisasi yang ada di pemerintah dan non pemerintah, dimulai dari organisasi yang menangani pemberdayaan masyarakat sampai dengan organisasi yang memasarkan hasil hutan, termasuk organisasi yang khusus mencari dana untuk pembangunan hutan dari luar negeri (OCIC).
5. Adanya kesadaran masyarakat, dunia usaha dan pemerintah tentang pentingnya hutan bagi keberlanjutan kehidupan, karena menghasilkan jasa lingkungan dalam bentuk air, biodiversitas, pemandangan alam dan pemrosot karbon. Kesadaran tersebut menghasilkan trust fund dari dana – dana sukarela (voluntery fund) yang dibayar oleh pemanfaat jasa lingkungan, yang kemudian dikembalikan untuk membangun dan memelihara hutan.
6. Adanya dukungan internasional untuk inovasi keuangan pembangunan hutan yang dikembangkan, munculnya dukungan internasional tersebut selain karena keberhasilan mereka menjual potensi yang mereka miliki, juga karena secara keseluruhan sistem pengelolaan yang ditawarkan memberikan jaminan bahwa dana yang diberikan akan sesuai dengan tujuannya (transparancy).
7. Pengetahuan yang cukup dari masyarakat menyebabkan masyarakat mampu melakukan kontrol terhadap kinerja pemerintah secara efisien, melalui lembaga dan/atau organisasi yang dibangun dan berkembang di masyarakat. Lembaga dan/atau organisasi itu sendiri bukan sekedar lembaga dan/atau organisasi atas nama atau hanya dimiliki segelintir orang, tetapi benar – benar lembaga dan/atau organisasi yang mengakar, aspriratif dan berjuang untuk kepentingan masyarakat.
Disisi lain pemerintah memberikan ruang dan aksesbilitas yang luas kepada masyarakat, untuk terlibat dalam pembuatan kebijakan dan berbagai perencanaan dan pelaksanaan program – program pembangunan di wilayahnya.
Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) yang dibentuk tahun 2002, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Banten Nomor: 124.3/Kep.64 – Huk/02 tanggal 24 Mei 2002. Diproyeksikan untuk dapat mengintegrasikan upaya pengelolaan DAS
catatan perjalanan
10
Cidanau yang dilakukan oleh seluruh stakeholder yang terlibat dalam pemanfaatan dan pengelolaan DAS Cidanau, dengan didasarkan pada konsep one river, one plan dan one management.
Implementasi konsep integrasi tersebut direalisasikan dengan menjadikan MASTERPLAN CIDANAU sebagai dasar berbagai perencanaan pengelolaan, baik untuk kegiatan yang berkaitan dengan rehabilitasi hutan dan lahan maupun kegiatan yang berkaitan dengan sosial ekonomi masyarakat.
Disisi lain konsep pembayaran jasa lingkungan juga sudah mulai disosialisasikan, kepada masyarakat di hulu (upstream) dan kepada masyarakat pengguna jasa lingkungan (downstream), PT. Krakatau Tirta Industri sebagai satu – satunya provider air bersih dari Sungai Cidanau, mulai memberikan respon positif terhadap implementasi konsep tersebut. Disamping bersedia untuk mendukung model hubungan hulu – hilir juga memfasilitasi FKDC untuk mensosialisasikan pembayaran jasa lingkungan dan membangun keinginan untuk membayar (willingness to pay) jasa lingkungan yang mereka gunakan oleh para pelanggannya. Dari hasil penelitian ISABEL van de SAND (Mahasiswi Pasca Sarjana Imperial College – London) terhadap keinginan untuk membayar jasa lingkungan pada 68 perusahaan pelanggan PT. KTI, diperoleh hasil bahwa 39% dari perusahaan tersebut bersedia untuk melakukan pembayaran jasa lingkungan secara sukarela (voluntary payment) dengan kisaran Rp. 10,- sampai dengan Rp. 3.500,- per meter kubik pemakaian.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka yang harus dipertimbangkan agar konsep pembayaran jasa lingkungan dapat dilaksanakan di DAS Cidanau, sebagai berikut :
1. Menetapkan dan menegaskan kembali kawasan yang masuk dalam DAS Cidanau (land tanure), termasuk didalamnya ketegasan tingkat pemerintahan yang berhak untuk mengelola DAS Cidanau, apakah di tingkat propinsi atau kabupaten. Mengingat DAS Cidanau mencakup 2 (dua) wilayah kabupaten, sedangkan Sungai Cidanau sebagai outlet DAS sepenuhnya berada di Kabupaten Serang sementara hampir seluruh pengguna air dari DAS Cidanau berada di Kota Cilegon.
2. Membangun kesadaran, pengetahuan dan partisipasi masyarakat yang ada di dalam DAS, tentang pentingnya membangun dan menjaga kelestarian hutan di atas tanah miliknya bagi keberlanjutan pembangunan di Banten. Melalui upaya pemberdayaan yang komprehensif, yang tidak saja menyangkut ekonomi dan kelembagaan, tetapi juga menyangkut peningkatan pengetahuan dan pembentukan mentalitas.
Konsep pemberdayaan yang dilaksanakan harus mampu mendorong dan memfasilitasi masyarakat, untuk mampu meningkatkan partisipasi dalam pembangunan hutan dan memberikan aksesbilitas agar masyarakat dapat terlibat dan mampu secara aktif terlibat di dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan di wilayahnya.
Disamping itu konsep pemberdayaan yang dilaksanakan, juga harus mampu mendorong dan memfasilitasi organisasi – organisasi yang mewakili masyarakat lokal, untuk lebih berperan dalam membantu masyarakat dalam membuat perencanaan pengelolaan dan pemanfaatan potensi hutan yang
catatan perjalanan
11
ada, memberikan bantuan teknis, melakukan pengawasan terhadap berbagai pengelolaan dan pemanfaatan potensi hutan yang tidak ramah lingkungan dan membantu masyarakat yang menjadi anggotanya dalam pemasaran.
3. Memperjelas dan mempertegas fungsi Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) di dalam perencanaan dan pengelolaan DAS Cidanau, disamping itu diperlukan review grand design FKDC, disamping untuk memberikan peluang yang lebih besar kepada masyarakat DAS untuk terlibat dan/atau terwakili dalam struktur FKDC sejalan dengan peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya melestarikan hutan di lahan mereka, juga untuk lebih memaksimal fungsi FKDC dalam upaya pelestarian DAS Cidanau.
4. Membangun institusi yang menjadi bagian dari FKDC yang fungsi dan tugas pokoknya, antara lain :
(1) Membangun kesadaran stakeholder yang terlibat di dalam pengelolaan dan pemanfaatan DAS Cidanau, untuk menilai dan membayar setiap jasa lingkungan yang mereka gunakan dan rasakan, baik secara langsung maupun tidak langsung;
(2) Membuka dan mencari peluang – peluang untuk mengumpulkan dana pembangunan hutan, melalui dana sukarela yang dibayar para pemanfaat jasa lingkungan yang diperoleh dari hutan dan air yang berasal dari DAS Cidanau.
(3) Menyusun mekanisme pembayaran jasa lingkungan kepada masyarakat pemilik hutan di up land DAS Cidanau.
5. Melakukan sosialisasi jasa lingkungan yang dihasilkan oleh DAS Cidanau kepada masyarakat, industri dan Pemerintah Kota Cilegon. Dengan demikian diharapkan, mereka mau membayar secara sukarela atas jasa lingkungan yang mereka manfaatkan.
6. Merubah cara pandang dan perlakuan kita pada alam dan lingkungan hidup, karena pada intinya tidak ada yang tidak memiliki manfaat dari apa yang ada di atas bumi ini.
Pohon yang kayunya tidak memiliki nilai secara ekonomi belum tentu tidak memiliki nilai secara lingkungan, karena pohon tersebut mungkin menjadi mata rantai penting untuk biodiversitas, menjadi tempat bersarang atau menjadi makanan burung – burung misalnya, atau mungkin menjadi penangkap dan penyimpan air yang paling baik atau paling tidak menjadi pemrosot karbon.
Kita memang harus terus dan selalu belajar dari alam, untuk bisa lebih menghargai ciptaan Penguasa langit, bumi dan semesta raya. Selalu saja ada rahasia yang tersimpan, sebelum kita memperoleh hikmat, nikmat dan hidayah – Nya, hingga kita bisa terus bertahan hidup. Tetapi yang pasti kita tidak perlu belajar dari sebuah kerusakan yang kita buat sendiri, kerusakan yang kemudian melahirkan kerugian besar dan penderitaan panjang karena harus ada warna hidup yang dipaksa untuk dirubah, karena perubahan atas dasar kerusakan lingkungan hidup dipastikan akan membuat hidup dan kehidupan dijalani dengan sangat tidak nyaman, cukup generasi
catatan perjalanan
12
terdahulu yang merasakan itu dan kita belajar dari kegagalan mereka mengelola lingkungan hidup.
Terima kasih dan ma’af untuk segala hal yang tidak berkenan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar