PERANCANGAN KOTA
Elemen Rancang Kota
Perencanaan ruang hijau kota tidak dapat berdiri sendiri. Bagaimana merancangnya harus memperhatikan elemen-elemen rancang kota yang lainnya agar tercipta keharmonisan sistem rancang kota (urban design). Bersama ini dikemukakan elemen rancang kota secara singkat, guna menyegarkan kembali materi perancangan kota dan kawasan secara umum.
Urban design berkepentingan dengan proses perwujudan ruang kota yang berkualitas tinggi dilihat dari kemampuan ruang tersebut di dalam membentuk pola hidup masyarakat urban yang sehat. Untuk itu maka unsur-unsur arsitektur kota yang berpengaruh terhadap (proses) pembentukan ruang yang dimaksud harus diarahkan serta dikendalikan perancangannya sesuai dengan skenario pembangunan yang telah digariskan. Unsur-unsur di atas, biasa juga dikenal dengan istilah elemen rancang kota.
Shirvani (1985), mengklasifikasikan elemen urban design dalam delapan kategori sebagai berikut :
a. Tata Guna Lahan ( Land Use)
Pada prinsipnya land use adalah pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga secara umum dapat memberikan gambaran keseluruhan bagaimana
daerah pada suatu kawasan tersebut seharusnya berfungsi. Land use bermanfaat untuk pengembangan sekaligus pengendalian investasi pembangunan. Pada skala makro, land use lebih bersifat multifungsi / mixed use.
1) Bentuk dan Massa Bangunan (Building Form and Massing)
Bentuk dan massa bangunan tidak semata - mata ditentukan oleh ketinggian atau besarnya bangunan, penampilan bentuk maupun konfigurasi dari massa bangunannya, akan tetapi ditentukan juga oleh besaran selubung bangunan (building envelope), BCR (KDB) dan FAR (KLB), ketinggian bangunan, sempadan bangunan, ragam arsitektur, skala, material, warna dan sebagainya.
2) Sirkulasi dan Parkir (Circulation and Parking )
Masalah sirkulasi kota merupakan persoalan yang membutuhkan pemikiran mendasar, antara prasarana jalan yang tersedia, bentuk struktur kota, fasilitas pelayanan umum dan jumlah kendaraan bermotor yang semakin meningkat. Diperlukan suatu manajemen transportasi yang menyeluruh terkait dengan aspek-aspek tersebut.
Di sebagian besar negara maju sudah dicanangkan atau digencarkan penggunaan moda transportasi umum (mass transport) dan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Selain penghematan BBM, langkah ini akan
membantu pengurangan pencemaran udara kota berupa partikel beracun (CO2 misalnya) maupun kebisingan dan bahaya lalu lintas lainnya. Kebijakan ini mengarah terciptanya suatu lingkungan kota menuju kondisi minimalisir transportasi (zero transportation).
Selain kebutuhan ruang untuk bergerak, moda transport juga membutuhkan tempat untuk berhenti (parkir). Kebutuhan parkir semakin meingkat terutama di pusat-pusat kegiatan kota atau Central Bussiness District (CBD).
3) Ruang Terbuka (Open Space)
Berbicara tentang ruang terbuka (open space) selalu menyangkut lansekap. Elemen lansekap terdiri dari elemen keras (hardscape seperti : jalan, trotoar, patun, bebatuan dan sebagainya) serta elemen lunak (softscape) berupa tanaman dan air. Ruang terbuka bias berupa lapangan, jalan, sempadan sungai, green belt, taman dan sebagainya.
Dalam perencanan open space akan senantiasa terkait dengan perabot taman / jalan (street furniture). Street furniture ini bisa berupa lampu, tempat sampah, papan nama, bangku taman dan sebagainya.
4) Area Pedestrian (Pedestrian Area)
Sistem pedestrian yang baik akan mengurangi keterikatan terhadap kendaraan di kawasan pusat kota, mempertinggi kualitas lingkungan melalui sistem
perancangan yang manusiawi, menciptakan kegiatan pedagang kaki lima yang lebih banyak dan akhirnya akan membantu kualitas udara di kawasan tersebut.
5) Tanda-tanda (Signage)
Tanda-tanda petunjuk jalan, arah kesuatu kawasan tertentu pada jalan tol atau di jalan kawasan pusat kota semakin membuat semarak atmosfir lingkungan kota tersebut. Peraturan yang mengatur tentang tanda-tanda tersebut pada sebagian besar kota di Indonesia belum mengatur pada masalah teknis. Akibatnya perkembangan papan-papan reklame mengalami persaingan yang berlebihan, baik dalam penempatan titik-titiknya, dimensi atau ukuran billboardnya, kecocokan bentuk, dan pengaruh visual terhadap lingkungan kota.
6) Pendukung Kegiatan (Activity Support )
Pendukung kegiatan adalah semua fungsi bangunan dan kegiatan-kegiatan yang mendukung ruang publik suatu kawasan kota. Bentuk, lokasi dan karakter suatu kawasan yang memiliki ciri khusus akan berpengaruh terhadap fungsi, penggunaan lahan dan kegiatan-kegiatannya. Penciptaan kegiatan pendukung aktifitas tidak hanya menyediakan jalan, pedestrian atau plaza, tetapi juga harus mempertimbangkan fungsi utama dan penggunaan elemen-elemen kota yang dapat menggerakkan aktivitas, misalnya : pusat
perbelanjaan, taman rekreasi, pusat perkantoran, perpustakaan dan sebagainya.
7) Konservasi ( Conservation )
Konservasi suatu individual bangunan harus selalu dikaitkan dengan keseluruhan kota. Konsep tentang konservasi kota memperhatikan beberapa aspek,antara lain: bangunan-bangunan tunggal, struktur dan gaya arsitektur, hal yang berkaitan dengan kegunaan, umur bangunan atau kelayakan bangunan.
Beberapa kategori konservasi antara lain preservasi (preservation), konservasi (conservation), rehabilitasi (rehabilitation), revitalisasi (revitalitation) dan peningkatan (improvement).
2.2. Citra Kota
Berdasarkan Trancik (1986), dalam Urban Design penting memperhatikan teori Figure Ground, Linkage dan Place. Untuk penjelasan lebih lanjut tentang Urban Design Theory di atas, silakan baca buku Finding Lost Space karya Roger Trancik (1986).
Salah satu bentuk keberhasilan pembentuk place untuk desain ruang kota, adalah seperti aturan yang dikemukakan oleh Lynch (1987), meliputi :
a. Legibility (kejelasan)
Sebuah kejelasan emosional suatu kota yang dirasakan secara jelas oleh warga kotanya. Artinya suatu kota atau bagian kota
atau kawasan bisa dikenali dengan cepat dan jelas mengenai distriknya, landmarknya atau jalur jalannya dan bisa langsung dilihat pola keseluruhannya.
b. Identitas dan susunan
Identitas artinya image orang akan menuntut suatu pengenalan atas suatu obyek di mana di dalamnya harus tersirat perbedaan obyek tersebut dengan obyek yang lainnya, sehingga orang dengan mudah bisa mengenalinya. Susunan artinya adanya kemudahan pemahaman pola suatu blok-blok kota yang menyatu antar bangunan dan ruang terbukanya.
c. Imageability
Artinya kualitas secara fisik suatu obyek yang memberikan peluang yang besar untuk timbulnya image yang kuat yang diterima orang. Image ditekankan pada kualitas fisik suatu kawasan atau lingkungan yang menghubungkan atribut identitas dengan strukturnya.
Lynch (1987) menyatakan bahwa image kota dibentuk oleh 5 elemen pembentuk wajah kota, yaitu:
1) Paths (area pejalan kaki atau pedestrian way)
Adalah suatu garis penghubung yang memungkinkan orang bergerak dengan mudah. Paths berupa jalur, jalur pejalan kaki, kanal, rel kereta api dan yang lainnya.
2) Edges (batas)
Adalah elemen yang berupa jalur memanjang tetapi tidak berupa paths yang merupakan batas antara 2 jenis fase
kegiatan. Edges bias berupa dinding, pantai, green belt dan lain-lain.
3) Districts (wilayah, kawasan)
Districts hanya bisa dirasakan ketika orang memasukinya, atau bisa dirasakan dari luar apabila memiliki kesan visual. Artinya districts bisa dikenali karena adanya suatu karakteristik kegiatan dalam suatu wilayah.
4) Nodes (simpul)
Adalah berupa titik di mana orang memiliki pilihan untuk memasuki districts yang berbeda. Sebuah titik konsentrasi di mana transportasi memecah, paths menyebar dan tempat mengumpulnya karakter fisik.
5) Landmark (tetenger, tugu)
Adalah titik pedoman obyek fisik. Berupa fisik natural seperti gunung atau bukit dan berpa fisik buatan seperti menara, gedung, sculpture, kubah dan lain-lain. Dengan adanya landmark orang bisa dengan mudah mengorientasikan diri di dalam suatu kota atau kawasan.
1) Visual connection adalah hubungan yang terjadi karena adanya kesamaan visual antara satu bangunan dengan bangunan lain dalam suatu kawasan, sehingga menimbulkan image tertentu.
2) Symbolic connection, ini lebih mencangkup ke non visual atau ke hal yang lebih bersifat konsepsi dan simbolik, namun dapat memberikan kesan kuat dari kerangka kawasan. Symbolic connection dari sudut pandang komunikasi simbolik dan kultural anthropologi meliputi:
(1) Vitality, melalui prinsip-prinsip sustainance yang mempengaruhi sistem fisik dan safety yang mengontrol perencanaan urban struktur.
(2) Fit, menyangkut pada karakteristik pembangkit sistem fisik dari struktur kawasan yang berkaitan dengan budaya, norma dan peraturan yang berlaku.
Sense seringkali diartikan sebagai sense of place yang merupakan suatu tingkat di mana orang dapat mengingat tempat yang memiliki keunikan dan karakteristik yang khas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar